Jumat, 09 September 2011

Misteri Improvisasi

Kalau nggak bakat apa bisa?
Kata banyak orang improvisasi itu tergantung bakat. Nggak bakat, nggak janji deh! Is that true? Ya nggak gitu-gitu amat lah. Talent is a big thing tapi jangan terlalu mengagungkan bakat. Improvisasi, mostly in jazz, memang sebaiknya spontaneous. Tapi bahkan improvisasi spontan dapat dilatih. Ada metodenya. Ada guidance yang dapat diikuti, semua orang dapat mulai berimprovisasi. Tapi sayangnya tetap ada perbedaan karya seorang maestro dan amatir. Musisi seperti Herbie Hancock atau Bubby Chen sangat dihargai karena permainan dan karyanya. Di sini, besar kecilnya bakat seseorang sangat menentukan. But, any body can improvise with or without talent.

Apa sih improvisasi itu?
Menurut Longman Dictionary Of Contemporary English, to improvise means "to perform music, drama or comedy that comes straight from your imagination and has never performed before". So, spontanitas adalah unsur terpenting improvisasi. Anda bisa saja mempelajari solo transciption Mr. X atau Mr. Y dan menghapalkannya. Tapi sayangnya itu bukan improvisasi, hanya memainkan kembali karya atau ide orang lain. Dalam musik kontemporer Improvisasi terbagi atas tiga aktivitas:

  1. Memainkan melody secara spontan berdasarkan progresi chord yang sudah ada.
  2. Men-subtitusi atau mereharmonisasi chord-chord yang sudah ada.
  3. Mengubah style atau rhytm sebuah komposisi.

Biasanya orang merujuk pada aktivitas no 1. Yang dimaksud improvisasi ya itu! Padahal improvisasi tidak hanya solo playing doang! Bila Anda sedang mereka-reka chord apa yang bisa mengganti chord lagu yang sudah ada supaya terdengar tidak monoton, you are improvising! Bila Anda merubah iringan lagu pop menjadi sedikit jazzy, you are also improvising.

Gimana latihannya dongz?
Ok, karena improvisasi urusannya sama spontanitas dan spontanitas urusannya sama refleks alam bawah sadar maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

  1. Dengarkan musik, dengarkan musik! Mulailah ber-diet mendengarkan musik. Kalau Anda sedang belajar jazz, jangan dengarkan the Brandals, Serious atau Muse dulu ya. Kalau Anda sedang menekuni piano klasik jangan dengarkan Trio Macan dan Nidji dulu. Karena Anda harus sadar bahwa apa yang kita dengar mempengaruhi apa yang kita mainkan secara spontan.
  2. Minta guru/instruktur musik Anda memberikan latihan ear training. Anda harus peka menangkap perbedaan tinggi rendah nada, ketukan, jenis chord dan lain-lain.
  3. Putar lagu favorit Anda dan mulai mencari melodi dan chordnya (bahasa kita, anak2 band: ngulik). Kemudian tulis dalam staff (buku/kertas garis 5). Belum lancar not balok? Pakai not angka boleh, pokoknya start writing!
  4. Latihan kecepatan dan power jari ya! Jangan sampai ide udah ngumpul tapi bengong lagi di depan piano/keyboard karena jari-jarinya udah karatan karena lama gak latihan jari.
  5. Mulai main bareng. Ajak teman-teman bikin band. Atau ajak siapa aja yang bisa nyanyi atau main musik. Ini adalah sarana yang cukup efektif untuk mengaplikasikan ide musical secara spontan.

Intinya improvisasi spontan terjadi melalui proses pengumpulan ide-ide musikal dari musik yang kita dengar. Kemudian  kita hanya tinggal memainkan ide-ide yang ada di kepala. It's that easy? Tips di atas dapat membantu anda mulai berimprovisasi dan memperluas ide. Tapi Anda tetap perlu belajar secara khusus tentang masalah ini kepada seorang instruktur yang memiliki metode latihan improvisasi. Start to improvise now!

sumbernya sama di artikel ini:

Sabtu, 03 September 2011

Bisa Piano Berarti Bisa Semua Alat Musik?

Pesan ini sering disampaikan orang tua kepada anaknya sebelum mulai belajar piano. “Belajarlah piano nak, karena kalau kamu sudah bisa piano kamu bisa semuanya,”. Menurut pengalaman seorang guru les piano selama mengajar piano dan keyboard, ternyata hal ini lebih kepada mitos saja. Beberapa murid piano klasik beralih ke keyboard atau piano pop karena jenuh dan merasa kurang berkembang. Kebanyakan muridnya yang tidak “murni” itu ternyata juga mengalami hambatan ketika belajar keyboard. Memang rata-rata mereka hanya membutuhkan dua atau tiga bulan saja untuk menguasai grade 1. Murid-murid “murni” guru tersebut, yang mulai dari nol,  menghabiskan 6 bulan sampai bahkan 1 tahun. Tapi bila kita lihat dalam long run atau jangka panjang, murid-murid yang berhasil sampai ke grade 3 atau 4 ternyata membutuhkan sekitar 3,5 hingga 4 tahun baik bagi murid “murni” maupun tidak “murni”. Perbedaannya hanya beberapa bulan saja. Hal ini berbeda sekali bagi murid-murid yang sebelumnya telah berada pada grade 5 atau 6 piano klasik, atau sudah mengajar. Mereka hanya membutuhkan 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai grade 5 keyboard. Kalau kita sudah pada tahap seperti ini, tentunya diharapkan kita sudah memiliki kemampuan sight reading yang baik (mungkin primavista?) dan teknik yang sangat baik. Kalau kita sudah seperti ini ya iyalah! Belajar apa saja pasti lebih mudah.


Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang yang sudah nyebur di piano klasik sekian lama harus mulai dari nol lagi ketika belajar piano kontemporer atau keyboard.


  1. Perbedaan alat menyebabkan perbedaan kebiasaan bermain. Hanya dibutuhkan tangan kanan dan kiri ketika bermain piano, mungkin ditambah satu kaki untuk pedal. Tapi untuk bermain organ atau electone kedua kaki dan tangan harus main semua. Ketika bermain keyboard, tangan kanan dan kiri juga harus aktif menekan dan mengatur setting yang ada pada panel. Nggak gampang kan? 
  2. Biasanya murid klasik sering mati kutu kalau harus mengikuti rhytm yang berbeda-beda dari jenis musik. Ada yang harus main swing, straight, syncop yang rapat, dan lain lain. Sedangkan materi lagu pada pelajaran organ, keyboard atau piano pop berisi lagu-lagu kontemporer dengan mood rhytm yang berbeda-beda. 
  3. Belum lagi kalau berhadapan dengan improvisasi atau creative styling. Wah itu susah deh, kebanyakan murid piano klasik tinggal membaca saja dari buku.

So, kalau kita atau anak kita suatu saat ingin menguasi sebuah alat musik jangan muter-muter. Langsung saja pelajari alat tersebut dari awal, supaya tidak terbuang waktu percuma.

Jumat, 02 September 2011

Otodidak VS Kursus

"Bisa"nya seperti apa?
Seringkali saya mendapat pertanyan: "Saya atau anak saya sudah sekian tahun les piano atau keyboard tapi kok gak bisa-bisa sih!". Pertanyaan ini harus diperjelas, "bisa" yang diharapkan itu seperti apa? Setelah di probe ternyata ada beberapa jawaban.

  1. Bisa main lagu apa saja tanpa lihat buku.
  2. Bisa ngiringin nyanyi lagu apa saja.
  3. Bisa main band seperti band-band di tivi.
  4. Bisa improvisasi seperti Kang Purwacaraka atau Indra Lesmana.
  5. And the list goes on and on.

Orang lain nggak kursus kok bisa?
Kebanyakan musisi senior kita nggak ngerasain sekolah musik. Mereka adalah special people with special talent, yang udah nyemplung di dunia enetertainment di usia muda. Memang jaman dulu belum ada sekolah musik, karena yang ngerti musik-pun sedikit. Rata-rata mereka memiliki feel atau musical soul, hearing dan grooving yang kuat. Wah apa tuh tadi? Feel adalah bagaimana bermain dalam jenis musik yang berbeda-beda. Hearing adalah kemampuan mengenali nada, chord dan ketukan dengan hanya mendengar. Grooving adalah kemampuan mengikuti ketukan yang berbeda-beda dalam setiap jenis musik. Apabila seseorang memiliki ketiga unsur tersebut ditambah memori yang kuat, dia boleh dibilang berbakat dalam musik.  Tapi ternyata mereka yang otodidak memiliki beberapa kelemahan.

  1. Belum tentu mereka memiliki fingering atau penjarian yang rapi, enak dilihat.
  2. Kurang lancar baca not, apalagi menguasai teori musik.
  3. Kurang menguasai metode mengajar yang baik karena metode belajar mereka belum tentu bisa diikuti semua orang.

Kebanyakan musisi otodidak adalah pemain yang baik, tapi mereka kesulitan mentransfer ilmu mereka ke orang lain. Murid yang setengah "jadi" atau setengah "bisa"yang akan berkembang. Tapi murid yang mulai belajar dari nol, have no special talent, ya nggak janji deh! Tapi gimana kalo kita gak punya waktu pergi kursus? Sekarang sudah ada buku tutorial piano dan keyboard yang cukup bagus dari dalam atau luar negeri, dilengkapi CD pula jadi bisa belajar sendiri.

Les musik, nggak sia-sia tuh?
Ya nggak lah! Tapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

  1. Cari referensi tentang sekolah musik yang ingin dimasuki dari orang lain yang sedang dan pernah belajar atau lebih bagus lagi dari pengajar musik.
  2. Kenali guru kita, minta juga referensi dari orang lain tentang bagaimana permainannya, lulusan mana, gimana ngajarnya, dll.
  3. Ceritakan kepada guru atau instruktur apa saja harapan kita dari belajar musik. Tanyakan juga metode belajarnya, punya lesson plan gak. Kalau ternyata dia gak bisa membantu apa yang kita harapkan atau malah jadi tersinggung, tinggalin aja!!
  4. Jangan sampai salah jurusan, kalau kita ingin main lagu-lagunya Kahitna ya jangan masuk piano klasik!
 Sekarang ini udah mulai banyak kok kursus dan sekolah musik dengan metode yang baik. Banyak juga lho pengajar piano lulusan overseas. Tapi jangan masuk ke kursus yang nggak punya metode dan kurikulum. Bisa dilihat kok dari materi per tingkat dan buku-bukunya. Kalau sudah dapat guru dengan metode dan kurikulum yang bagus, jangan malas latihan. Buat komitmen untuk latihan sekian menit setiap hari. Kalau gak ada kemajuan, jangan salahkan orang lain. Kalau bisa dengarkan sebanyak mungkin musik dari CD atau kaset untuk memperluas wawasan bermain. 
sumber